Rasa Tidak Percaya Diri Itu...

By Ekata Keju - Januari 20, 2024

 

Saya yakin bahwa ketidakpercayaan diri seringkali merupakan akibat dari masalah yang sedang dihadapi.

Dear Para Pembaca, setiap orang pasti memiliki rasa tidak percaya diri.

Ternyata, Ekata mau curhat lagi nih, dan kali ini topiknya cukup menarik untuk saya. Dalam pikiran saya, "Ini kesempatan yang bagus buat ungkapin apa yang saya rasakan." 😊 Siapa tahu, orang yang akan saya ceritakan bisa baca tulisan ini dan akhirnya paham apa yang saya pikirkan tentang mereka. 🤔📝

Dan untukmu, Para Pembaca tersayang, semoga bisa menemukan pesan atau 'benang merah' dari artikel saya kali ini. Happy reading! 📖✨

Dalam artikel sebelumnya berjudul "Bersyukur Tentang Ini", saya sempat membahas tentang pentingnya bersyukur dalam hidup dan membangun kepercayaan diri. Ini adalah kunci utama untuk merasa tenang dan bahagia sepanjang hidup kita.

Pertanyaannya, siapa yang menjalani hidup kita?

Jawabannya jelas, kita sendiri.

Siapa yang bertanggung jawab atas perjalanan hidup kita?

Lagi-lagi, jawabannya adalah kita sendiri.

Lantas, siapa yang berperan dalam mencapai kesuksesan kita?

Well, memang benar bahwa orang-orang di sekitar kita, yang mencintai dan mendukung kita, memiliki peran penting. Namun, pada akhirnya, orang yang paling berpengaruh dalam mencapai kesuksesan tersebut adalah diri kita sendiri.

Seseorang akan tetap terhenti di tempat yang sama jika mereka sendiri tidak mengambil langkah untuk menyelesaikan masalahnya. Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki masalahnya sendiri.

Kita tidak bisa menilai apakah suatu masalah itu besar atau kecil, dan kita juga tidak seharusnya membandingkannya. Karena, pada dasarnya, tidak ada yang benar-benar tahu apa yang dirasakan oleh orang lain. Sejelas itu.

Saya yakin bahwa ketidakpercayaan diri seringkali merupakan akibat dari masalah yang sedang dihadapi. Ketika tubuh dan pikiran kita tergoncang oleh sesuatu yang tidak mudah untuk diatasi, merasa minder menjadi reaksi yang umum.

Hal ini, tentunya, juga dialami oleh Ekata.

Ketika saya masih berusia lima tahun, dunia tampak penuh dengan kebaikan. Meski merasakan perbedaan perlakuan, itu tak begitu mengganggu.

Namun, semuanya berubah saat saya pindah sekolah di kelas tiga SD. Itu adalah pertama kalinya saya mengalami perundungan. Lebih sering secara verbal daripada fisik, karena saya termasuk anak yang akan balas pukul jika ada yang memukul (saya agak barbar😁).

Saya merasa terkucil dan sering dijauhi. Salah satu kenangan yang paling menyakitkan adalah saat seorang kakak kelas menolak berpasangan dengan saya dalam sebuah acara parade budaya, menyebut saya 'cacat', dan akhirnya meninggalkan saya sendirian di hari acara tersebut alias tidak muncul (mungkin nangis karena dipasangkan oleh saya, haha).

Rasa sakit itu, sebagai anak SD, sangat mendalam, dan hingga kini saya masih belum bisa melupakan atau memaafkan pengalaman itu.

Saya masih berharap dia merasakan apa yang saya rasakan. Apa arti kata itu dan bagaimana jika dia atau orang terdekatnya mengalami itu. Hei, walau itu sudah lama sekali dan mungkin kamu lupa… kesalahan tanpa permintaan maaf itu tetap ada.

Setelah peristiwa itu, saya mulai membenci tempat tersebut. Saya merasa orang-orang di sana tidak mengerti tentang 'perbedaan'. Mereka terkesan ketinggalan zaman.

Akibatnya, saya kehilangan kepercayaan diri. Apa yang dikatakan oleh anak laki-laki itu tidak sepenuhnya benar. Memang, cara saya berjalan sedikit berbeda, namun itu bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.

Mungkin karena waktu itu saya tidak melihat orang lain yang mirip dengan saya, saya menjadi sangat sedih. Dari ketidakpercayaan diri tersebut, saya mencoba menciptakan situasi di mana saya merasa setara dengan mereka, sebuah perilaku yang bisa disebut 'people pleaser'.

Perilaku itu ternyata sangat melelahkan. Saya berusaha menolak diri saya sendiri dan situasi yang saya hadapi. Rasa ketidakpercayaan diri itu berujung pada perasaan rendah diri yang mendalam.

Saat saya akhirnya lulus sekolah, saya tersadar oleh suatu pengertian yang sebenarnya telah diajarkan dalam ajaran agama saya: Jika kita tidak bergerak dan terus-menerus terpaku pada perkataan dan label orang lain, kita tidak akan pernah maju.

Dengan kesadaran itu, meski rasa sakit akibat pengalaman masa lalu masih tersisa, saya memutuskan untuk bangkit. Saya mulai mengasah hobi-hobi saya, melihat dunia dari perspektif yang berbeda, dan yang terpenting, belajar mencintai diri sendiri.

Hidup hanya sekali, sayang sekali jika mau dibuat menyedihkan oleh orang macam itu.

Ah, ada satu kenangan lagi yang terlintas (saya diceritain oleh orangnya langsung).

Ketika saya masih kecil dan belum benar-benar memahami situasi yang saya hadapi, saya pernah bertanya kepada ibu saya, "Bu, kenapa aku berbeda?"

Ibu saya, awalnya terdiam, terkejut dengan pertanyaan itu. Sebelum menjawab, beliau memandangi taman di depan rumah kami, seolah sedang menimbang-nimbang kata-katanya dengan penuh pemikiran. Kemudian, setelah beberapa saat, ibu saya menoleh ke saya dengan senyum di wajahnya.

Ibu berkata, "Kamu lihat pohon itu, Nak. Ranting-ranting kecilnya memiliki ukuran yang berbeda-beda. Tapi lihat, karena ranting-ranting itu, pohon tumbuh kuat dan berdaun hijau. Kita boleh berbeda, tapi jadilah seperti ranting yang berdiri sendiri itu, tidak terpengaruh oleh sekitarnya. Mereka tetap menumbuhkan daun yang berwarna hijau juga, kan?"

Setelah itu, Ibu memeluk saya dengan erat, membisikkan betapa bahagianya beliau dan Ayah mendapatkan saya dalam hidup mereka.

Jadi, inilah yang kadang membuat saya kehilangan kepercayaan diri: pandangan orang lain. Saya masih berjuang melawan perasaan itu, dan alhamdulillah, perjuangan ini membuat saya ingin menjadi manusia yang lebih bermanfaat.

Saya sadar, masih banyak orang yang menyayangi kita, dan yang paling penting, sang Pencipta yang menyayangi kita semua.

Maaf ya, saya jadi curhat lagi. Menulis ini mungkin membuat air mata saya sedikit berlinang, tapi rasanya lega. Saya merasa ini artikel yang cocok.

Kepada Para Pembaca, semangat ya! Kamu juga pasti akan bisa melewati perasaan seperti ini. Untuk artikel selanjutnya, saya jadi ingin menulis tentang judul lagu yang menemani saya saat menulis artikel deh😍.

Salam hangat, Ekata.🎶

  • Share:

You Might Also Like

2 comments

  1. akupun berlinang air mata membaca ini kak, semangat ya kakak. pekuk jauh dari aku...

    BalasHapus
  2. Semangat ya kak ekata. Aku paham sekali perasaan kak ekata 🥺

    BalasHapus